Minggu, 27 Juli 2014
Jumat, 25 Juli 2014
Takbir adalah membesarkan Allah dan mengecilkan selain Allah. Ketika kita berpuasa, Takbir kita cerminkan dengan mengecilkan pengaruh hawa nafsu dan mengagungkan kebesaran Allah didalam sanubari kita. Ketika kita membaca Al-Qur’an, kita mengecilkan seluruh pembicaraan manusia dan membesarkan kalam Allah. Ketika kita Tarawih dan Qiyamullail, kita kecilkan seluruh urusan dunia dan hanya membesarkan perintah Allah SWT. Mengapa kita harus bertakbir terus menerus?
الخطبة الأولى
اللهُ أَكْبَرُ «تسعا»، الله أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
الحَمْدُ للهِ الَّذِى خَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيْرًا، وَالْحَمْدُ للهِ الََّذِى وَسِعَ كُلََّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا وَتَدْبِيْرًا، نَحْمَدُهُ بِجَمِيْعِ مَحَامِدِهِ حَمْدًا كَثِيْرًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً أَدَّخِرُهَا لِيَوْمٍ كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيْرًا، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ، بَعَثَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ وَخَلِيْلِكَ مُحَمَّدٍ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، وَصَلِّ عَلَيْهِ مَا لاَحَتِ اْلأَنْوَارُ، وَغَرَّدَتِ اْلأَطْيَارُ، وَأَوْرَقَتِ اْلأَشْجَارُ، وَأَيْنَعَتِ الثِّمَارُ،وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ: فَـيَاأَيُّهَا النَّاس اتَّقُوا اللَّهَ, وَاشْكُرُوْهُ عَلَى مَا هَدَاكُمْ لِلإِسْلاَمِ، وَأَفْضَلَكُمْ بِالْفَضَائِلِ وَالإِنْعَامِ، وَجَعَلَكُمْ مِنَ اْلأُمَّةِ المَأمُوْرَةِ بِصِلَةِ اْلأَرْحَامِ. قَالَ تَعَالَى : وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُاللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ .
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah
Sebagai hamba yang sudah dikaruniai nikmat yang tak terkira, marilah kita bersama-sama memuja Allah SWT, Tuhan pencipta alam semesta biqouli “Alhamdulillahirabbil Alamin” seraya berharap nikmat kita akan terus ditambah dan kita termasuk orang-orang yang bersyukur.
Sebagai hamba yang sudah dikaruniai nikmat yang tak terkira, marilah kita bersama-sama memuja Allah SWT, Tuhan pencipta alam semesta biqouli “Alhamdulillahirabbil Alamin” seraya berharap nikmat kita akan terus ditambah dan kita termasuk orang-orang yang bersyukur.
Shalawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada junjungan kita, uswatun khasanah kita Nabi Muhammad SAW. Semogalah kita termasuk dalam kaumnya yang akan mendapatkan hidayah dan syafaatnya di yaumil akhir nanti. Amin.
اللهُ أَكْبَرُ 3× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Hari ini kita sampai pada hari ‘idilfitri menunaikan shalat Id bersama dengan keluarga tercinta ditempat yang mulia ini. Kita hadir ditempat yang suci ini untuk mensucikan diri dari kealfaan dan dosa. Pada hari ini hamba-hamba yang beriman dikembalikan kepada fitrahnya, kepada kesuciannya seperti bayi yang baru terlahir kembali ke dunia. Sebagaimana sabda nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan benar, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”.
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah
Selama Ramadhan kita berusaha meningkatkan keimanan, menambah ibadah kita. Kita mampu menaklukkan rasa lapar, kita mampu menahan rasa haus. Selama Ramadhan kita berlomba-lomba meningkatkan amal ibadah kita baik secara kuantitas maupun kualitas.
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah
Selama Ramadhan kita berusaha meningkatkan keimanan, menambah ibadah kita. Kita mampu menaklukkan rasa lapar, kita mampu menahan rasa haus. Selama Ramadhan kita berlomba-lomba meningkatkan amal ibadah kita baik secara kuantitas maupun kualitas.
Kini Ramadhan telah meninggalkan kita. Bulan yang termulia diantara bulan-bulan lainnya. Bulan dimana semua amal baik dilipatgandakan. Semua ketaatan diterima, segala do’a dikabulkan, dosa-dosa diampuni dan kita surgapun rindu kepada hamba-hamba yang berpuasa dibulan Ramadhan. Di Bulan Ramadhan, Allah juga menganugerahkan sebuah malam yang apabila kita beribadah diwaktu itu, nilai ibadah kita akan sama dengan ibadah seribu bulan (83 tahun). Malam itu adalah malam Lailatul Qadar yang walaupun hanya satu malam, namun apabila kita bertemu dengannya, berarti kita sudah beribadah sepanjang dan selama umur kita.
Namun sekarang Ramadhan telah meninggalkan kita. Ramadhan telah berlalu melewati kehidupan kita. Pertanyaanpun membayang, apa hasil yang telah kita dapatkan selama Ramadhan? Mungkinkah kita akan bertemu lagi dengan Ramadhan-Ramadhan di tahun mendatang? Ataukan mungkin kita tidak akan lagi menjumpai Ramadhan tahun depan ? kita akan meninggalkan Ramadhan, kita akan meninggalkan orang-orang yang kita cintai, anak-anak kita, istri dan keluarga kitatercinta kita.
Ya Allah Ya rabbi…… memang Ramadhan telah berlalu. Namun kami berharap pintu rahmat-Mu masih terbuka lebar bagi kami yang mendekati-Mu. Memang Ramadhan telah pergi. Namun kami meminta pintu taubat belum terkunci dan Engkau masih menerima amal ibadah kami. Sebelum ajal datang, sebelum semuanya menjadi ratapan dan penyesalan, pada hari yang fitri ini hanya do’a yang layak kita panjatkan : “ ya Allah…. Terimalah segala amal ibadah kami di Bulan Ramadhan dan pertemukanlah kami dengan ramadhan-Ramadhan di tahun depan. Amin
اللهُ أَكْبَرُ 3× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah : 185 Allah berfirman :
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah : 185 Allah berfirman :
وَلِتُكْمِلُوْا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلىَ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu semoga kamu bersyukur (kepada-Nya).”
Melalui ayat ini, setelah kita sempurnakan puasa kita dibulan Ramadhan, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk mengagungkan asma Allah dengan lantunan takbir, tahmid dan tahlil. Seraya kita bersujud dan bersyukur terhadap nikmat yang diberikan-Nya.
Takbir adalah membesarkan Allah dan mengecilkan selain Allah. Ketika kita berpuasa, Takbir kita cerminkan dengan mengecilkan pengaruh hawa nafsu dan mengagungkan kebesaran Allah didalam sanubari kita. Ketika kita membaca Al-Qur’an, kita mengecilkan seluruh pembicaraan manusia dan membesarkan kalam Allah. Ketika kita Tarawih dan Qiyamullail, kita kecilkan seluruh urusan dunia dan hanya membesarkan perintah Allah SWT. Mengapa kita harus bertakbir terus menerus?
Hadirin rahimakumullah….
Allah maha tahu. Kita sering bertakbir dalam ibadah kita. Namun terkadang kita lupakan takbir di luar ibadah kita. Kita besarkan Allah di Masjid namun di luar masjid kita masih sering mengagungkan kekayaan, kekuasaan dan jabatan. Kita masih diperbudak oleh nafsu dengan memaksa orang lain untuk menuruti kemauan kita.
Hadirin rahimakumullah….
Allah maha tahu. Kita sering bertakbir dalam ibadah kita. Namun terkadang kita lupakan takbir di luar ibadah kita. Kita besarkan Allah di Masjid namun di luar masjid kita masih sering mengagungkan kekayaan, kekuasaan dan jabatan. Kita masih diperbudak oleh nafsu dengan memaksa orang lain untuk menuruti kemauan kita.
Di atas sajadah kita kumandangkan Takbir, namun dikantor, dipasar diladang, ditengah-tengah masyarakat kita lupakan Allah SWT. Kita telah mengganti TAKBIR dengan TAKABBUR. Kita salahgunakan jabatan yang seharusnya untuk mengabdi kepada masyarakat. Memakmurkan Negara, melayani rakyat, membela yang lemah, menyantuni dan membantu yang membutuhkan. Kita tutup mata kita. Kita bangga dengan gelar dan jabatan kita. Kita bangga dengan kekayaan yang melimpah ruah.
Hadirin rahimakumullah….
Ditengah masyarakat kita sudah tidak lagi berpegang pada firman-firman Allah, Hadits Rasulullah yang mengajarkan kejujuran, keikhlasan, kasih saying dan amal sholeh. Sebaliknya, dengan setia kita ikuti petunjuk syaitan laknatullah yang mengajarkan kelicikan, kemunafikan dan kekerasan hati. Allah yang selalu kita besarkan dalam shalat dan do’a, telah kita lupakan dalam kehidupan nyata.
Hadirin rahimakumullah….
Ditengah masyarakat kita sudah tidak lagi berpegang pada firman-firman Allah, Hadits Rasulullah yang mengajarkan kejujuran, keikhlasan, kasih saying dan amal sholeh. Sebaliknya, dengan setia kita ikuti petunjuk syaitan laknatullah yang mengajarkan kelicikan, kemunafikan dan kekerasan hati. Allah yang selalu kita besarkan dalam shalat dan do’a, telah kita lupakan dalam kehidupan nyata.
Dalam puasa, kita menahan diri untuk tidak makan dan minum, namun kita berbuka dengan makanan dan minuman yang haram. Bibir kita kering karena kehausan. Mata kita sayu karena keletihan. Perut kita kosong menahan lapar. Namun tangan-tangan kita kotor karena kemaksiatan. Banyak dari kita yang khusyuk dalam shalat namun kita khusyuk juga merampas hak orang lain. Banyak dari kita yang fasih membaca dalil dan ayat ayat Al-Qur’an namun kita juga fasih dalam menipu orang lain. Banyak kita tidak putus berpuasa dibulan Ramadhan namun kita tidak putus pula dalam melakukan kedzoliman di dunia.
Ya Allah…. Engkau maha besar. Tidak ada tuhan selain engkau. Ampunilah dosa-dosa dan kealpaan kami. Hambamu yang lemah ini telah tersesat mengikuti hawa nafsu. Maka berikanlah kemampuan kepada kami untuk dapat mengagungkan-Mu dalam takbir diseluruh kehidupan kami.
اللهُ أَكْبَرُ 3× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Hadirin rahimakumullah….
Sesungguhnya hanya Allah lah yang paling besar. Sedangkan selain Allah adalah kecil dan lemah. Apapun yang kita bangga-banggakan dari materi dunia, ketahuilah…. Semuanya kecil dan tiada berarti sama sekali jika dibandingkan dengan keagungan Allah. Tidak sepantasnya kita banggakan kekayaan dan jabatan yang kita miliki, karena semua itu hanya titipan belaka yang akan hilang diambil pemiliknya. Tidak perlu kita sombong dengan dan pamer keahlian dan prestasi kita, karena semua itu kecil disisi Allah bila kita tidak beriman dan bertaqwa.
Sesungguhnya hanya Allah lah yang paling besar. Sedangkan selain Allah adalah kecil dan lemah. Apapun yang kita bangga-banggakan dari materi dunia, ketahuilah…. Semuanya kecil dan tiada berarti sama sekali jika dibandingkan dengan keagungan Allah. Tidak sepantasnya kita banggakan kekayaan dan jabatan yang kita miliki, karena semua itu hanya titipan belaka yang akan hilang diambil pemiliknya. Tidak perlu kita sombong dengan dan pamer keahlian dan prestasi kita, karena semua itu kecil disisi Allah bila kita tidak beriman dan bertaqwa.
Oleh karena itu janganlah kita sombong dengan diri kita sendiri. Siapapun diri kita ini. Apapun pekerjaan kita. Dimanapun posisi kita. Karena Allah melarang kita berlaku sombong sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Luqman 18 yang artinya : dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
اللهُ أَكْبَرُ 3× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah
Melalui khutbah idul fitri kali ini. Marilah kita juga berbuat baik kepada siapa saja terutama orang tua kita. Islam sebagai agama tidak hanya mengajarkan kepada ummatnya untuk berbuat baik kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Islam juga mengajarkan ummatnya untuk berbuat baik kepada sesama manusia terutama terhadap kedua orang tua kita.
Melalui khutbah idul fitri kali ini. Marilah kita juga berbuat baik kepada siapa saja terutama orang tua kita. Islam sebagai agama tidak hanya mengajarkan kepada ummatnya untuk berbuat baik kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Islam juga mengajarkan ummatnya untuk berbuat baik kepada sesama manusia terutama terhadap kedua orang tua kita.
Seorang sahabat bertanya kepada rasulullah SAW : Wahai Rasulullah…… Apakah hak-hak seorang Ibu dan Bapak? Rasul menjawab : Mereka bisa menjadi JANNAH mu dan JAHANNAM mu. Keridloan mereka akan membawamu ke surge namun sebaliknya kemurkaan dan kemarahan mereka akan menyeretmu ke neraka jahannam.
رِضَى اللهِ فىِ رِضَى الْوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللهِ فِى سُخْطِ الْوَالِدَيْنِ
“Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemarahan Allah tergantung kemarahan orang tua”
Hadirin rahimakumullah….
Berbahagialah kita yang masih memiliki Ibu dan Bapak ataupun salah satu diantaranya. Terutama ibu bisa membawa kita masuk surga. Apabila mereka sudah tua renta, tak berdaya, tergelatak tidak bisa apa-apa. Hari-harinya sudah tidak lagi ceria, menunggu masa seraya menahan rasa sakitnya. Ingin berbuat banyak namun sudah tidak bisa. Ingin minta tolong, malu dengan anak dan menantunya. Semua keinginan dikubur dalam hatinya. Menunggu dan menunggu siapa yang peduli dan ada kasih saying kepadanya….
Dalam Kondisi seperti ini para hadirin semua……….
Inilah ladang amal kita yang sangat besar. Apabila kita termasuk anak yang peduli, mau meringankan beban mereka, mengurusi mereka, mengasihi, menyayangi dan meringankan beban hidupnya. Maka surgalah balasannya. Kita harus menyadari, apapun yang pernah kita lakukan selaku anak kepada bapak ibu kita. Berapapun yang pernah kita berikan kepada mereka. Demi Allah…. Belum bisa setimpal dan jauh dari pengorbanan orang tua kepada kita.
Kasih sayang mereka tidak terbalaskan dengan cinta dan penghormatan kita kepada mereka. Ingatlah masa-masa kecil kita ketika kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita dicium, digendong dan dituntun oleh mereka. Bagaimana sekarang ketika mereka yang tidak bisa berbuat apa-apa, tergeletak sakit sendirian dirumah tua. Berapa kali kita menengoknya, menciumnya, menggendongnya dan menuntunnya? Berapa kali kita suapi mereka sebagaimana dulu mereka menyuapi kita? Berapa kali kita ucapkan terima kasih kepadanya? Berapa kali kita tersenyum kepada mereka? Berapa kali kita memeluk mereka dengan penuh kasih sayang sebagaimana mereka memeluk kita sembari mencium kita?
Oleh karena itu Hadirin rahimakumullah….
Inilah salah satu waktu yang tepat bagi kita untuk mengulurkan tangan dan bersimpuh dihadapannya. Ciumlah tangan yang dulu lembut membelai kita namun sekarang sudah mulai keriput di makan usia. Mohon maaf kepadanya. Mohon keikhlasan dan do’a restunya. Mari do’akan mereka agar diberi kemudahan oleh Allah SWT dalam menjalani hidupnya. Do’akan agar ia tetap terjaga iman islamnya. Do’akan ketika ia kembali menghadap Allah dengan khusnul khotimah dan kita tabah menghadapinya.
Oleh karena itu Hadirin rahimakumullah….
Inilah salah satu waktu yang tepat bagi kita untuk mengulurkan tangan dan bersimpuh dihadapannya. Ciumlah tangan yang dulu lembut membelai kita namun sekarang sudah mulai keriput di makan usia. Mohon maaf kepadanya. Mohon keikhlasan dan do’a restunya. Mari do’akan mereka agar diberi kemudahan oleh Allah SWT dalam menjalani hidupnya. Do’akan agar ia tetap terjaga iman islamnya. Do’akan ketika ia kembali menghadap Allah dengan khusnul khotimah dan kita tabah menghadapinya.
Namun Hadirin Rahimakumullah……… apabila kedua orang tua kita sudah tiada, bukan berarti kita tidak bisa menebus kesalahan kita kepada mereka. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa apabila seseorang yang kedua orangtuanya sudah meninggal dunia sedang ia mendurhakainya, kemudian ia sering mendoakan dan meminta ampunan untuknya, maka dengan sebab itu ia digolongkan sebagai anak yang berbakti kepada orang tua.
Oleh karena itu, sekiranya ada waktu luang, kunjungilah makam orang tua, lihatlah ia. Tergolek didalam kubur tak berdaya, memohon belas kasihan do’a dari anak dan keluarganya. Ia pasti akan tersenyum ketika ada yang mendatangi dan mendoakannya. Tentunya ia akan sedih jika penghuni kubur yang lain dikirim do’a sementara ia tidak ada satupun yang mengunjunginya.
Oleh karena itu, sekiranya ada waktu luang, kunjungilah makam orang tua, lihatlah ia. Tergolek didalam kubur tak berdaya, memohon belas kasihan do’a dari anak dan keluarganya. Ia pasti akan tersenyum ketika ada yang mendatangi dan mendoakannya. Tentunya ia akan sedih jika penghuni kubur yang lain dikirim do’a sementara ia tidak ada satupun yang mengunjunginya.
اللهُ أَكْبَرُ 3× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah
Melalui khutbah ini pula, mari, selagi kita masih diberi umur panjang, kita jadikan momentum Idulfitri ini untuk dapat berbakti kepada orang tua baik mereka masih ada maupun sudah tiada.
Marilah kita senantiasa mendekatkan diri, taqorrub kepada Allah SWT dimanapun kita berada. Marilah kita membina persahabatan kepada semua dengan penuh kasih sayang. Pererat batin antara kita agar tercipta suasana yang marhamah penuh cinta dan kasih sayang.
Oleh karena itu marilah setelah shalat id ini kita laksanakan, kita saling ulurkan tangan kepada keluarga, tetangga, sahabat dan segenap orang yang bergaul dengan kita. Untaikan kalimat maaf kepada mereka semua seraya membuka pintu maaf selebar-lebarnya bagi mereka. Allah tidak akan mengampuni apabila ada 2 orang yang saling bersalah namun tidak saling memaafkan. Melalui puasa bulan Ramadhan, dosa kita kepada Allah diampuni. Sementara dengan Hari Raya Idul Fitri kita diberi kesempatan untuk menghapus dosa kita kepada sesama manusia.
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah
Demikianlah Khutbah Idul Fitri 1435 H. Semoga bermanfaat bagi kita semua dan marilah kita berdo’a semoga segala amal ibadah kita diterima Allah SWT dan memasuki Idul Fitri ini kita akan kembali fitri bagi bayi yang baru terlahir kembali. Amin yaa.. rabbal Alamin.
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah
Demikianlah Khutbah Idul Fitri 1435 H. Semoga bermanfaat bagi kita semua dan marilah kita berdo’a semoga segala amal ibadah kita diterima Allah SWT dan memasuki Idul Fitri ini kita akan kembali fitri bagi bayi yang baru terlahir kembali. Amin yaa.. rabbal Alamin.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الَّرحْمَنِ الرَّحِيْمِ .ووصينا الانسان بوالديه حملته امه وهنا على وهن وفصاله فى عامين ان اشكرلى ولولوالديك الي المصير . جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَاَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ الله لِى وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِروْه اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
الخطبة الثانى
اللهُ اَكْبَرْ 3× اللهُ اَكْبَرْ 4 ×. اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ.
اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ .وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ . اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَِثيْرًا. اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ. وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ.وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ . وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَاْلمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍ وَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَْلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْن وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ .وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ
عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber : NU Online
Zakat fitrah berbeda dengan zakat harta benda. Karena zakat fitrah merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan dengan ibadah puasa Ramadhan. Bila ibadah puasa berfungsi untuk mensucikan diri dan jiwa seorang muslim, maka zakat fitrah berfungsi mensucikan harta mereka dari segala kotoran yang selama ini terkumpul ketika bermuamalah dengan sesama manusia.Mengenai hal ini Rasulullah saw menggambarkan dalam haditsnya:
قال النبي صلى الله عليه وسلم صوم شهر رمضان معلق بين السماء والأرض ولايرفع الابزكاة الفطر
Nabi saw bersabda “puasa bulan Ramadhan digantungkan antara langit dan bumi, dan tidak akan diterima (dengan sempurna oleh Allah swt) kecuali dengan zakat fitrah.
Demikianlah zakat fitrah yang harus dikeluarkan oleh setiap orang muslim baik laiki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang dewasa, yang menjumpai bulan Ramadhan dan bulan Syawal dan memiliki kelebihan rizki persediaan untuk siang dan malamnya idul fitri. inilah tiga syarat zakat fitrah.
Dengan kata lain zakat fitrah merupakan zakat jiwa. Zakat yang diwajibkan pada setiap manusia muslim yang bernyawa. Maka seorang muslim yang menjadi tulang punggung keluarga (suami misalkan) wajib menunaikan zakat semua anggota keluarga yang menjadi tanggungannya. Seperti anak, istri, mertua dan orang-orang dilingkungannya yang kebutuhan sehari-hari mereka ditanggungnya.
Oleh karena itu seorang bayi yang lahir pada hari terakhir (seblum maghrib) bulan Ramadhan, sama wajibnya membayar zakat fitrah seperti orang dewasa lainnya, karena dia telah berjumpa dengan Ramadhan dan akan menghadapi bulan Syawal . Tetapi sebaliknya orang yang meninggal di hari terakhir bulan sebelum memasuki hari pertama bulan Syawal tidak diwajibkan menunaikan zakat fitrah.
Adapun zakat fitrah itu berupa makanan pokok sebesar 1 sho’ atau dalam konteks negara Indonesia berupa beras sebanyak 2,5 kg. Sebagaimana hadits Rasulullah saw:
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر صاعا من تمر او صاعا من شعير على العبد والحر والذكر والأنثى والصغير والكبير من المسلمين وأمر بها ان تؤدى قبل خروج الناس الى الصلاة
Dari Ibnu Umar ra Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma, atau gandum bagi muslim yang hamba dan muslim yang merdeka laki-laki maupun perempuan, baik muslim anak-anak ataupun orang tua. Dan hendaklah zakat fitrah ditunaikan sebelum orang-orang selesai mengerjakan halat id.
Hadits di atas juga menyebutkan ihwal penunaian zakat fitrah yang hendaknya dilakukan seusai bulan Ramadhan hingga menjelang shalat id. Itu adalah prime time pelaksanaan zakat fitrah. Namun para fuqaha juga memperbolehkan membayar zakat fitrah semenjak awal Ramadhan, yang diistilahkan dengan nama ta’jil. Adapun jika zakat ditunaikan setelah shalat id, maka zakat tersebut berubah fungsi sebagai shadaqah biasa, bukan zakat fitrah dan hukumnya makruh.
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم صدقة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث طعمة للمساكين فمن اداها قبل الصلاة فهى زكاة مقبولة, ومن اداها بعد الصلاة فهى صدقة من الصدقات
Dari Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna dan ucapan kotor, serta untuk memberikan makanan orang miskin. Maka barang siapa mengeluarkan zakat sebelum shalat id maka itulah zakat fitrah yang terqabul, dan barang siapa yang memberika zakat setelah shalat id maka itu termasuk shadaqah.
Sumber : NU Online
Rukun Islam itu ada lima hal. Membaca syahadat, mengerjakan shalat, membayar zakat, berpuasa dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Kelima rukun Islam tersebut bersifat positif (syatrul iktisab), kecuali puasa. Karena sesungguhnya perintah puasa adalah bersifat negative (syatrul ijtinab), yaitu perintah untuk meninggalkan sesuatu (makan, minum, menahan nafsu dan lain-lain). Artinya, apabila syahadat harus diucapkan, shalat harus dikerjakan, zakat harus ditunaikan, haji harus dilaksanakan, maka puasa harus menahan segala hal yang membatalkannya.
الحمد لله, الحمد لله الذى أنعم علينا بنعمة شهر رمضان, وكتب علينا الصيام وسيلة لدفع السيئات والعصيان, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شهادَةَ أدخرها ليوم الزحام, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الداعى بقوله وفعله إلى دار السلام. اللهمّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدِ وعَلى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ وَمَصَابِيْحِ الظُّلاَمِ. أمَّا بعْدُ, فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهِ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ وَتَرْكِ الأَثَامِ تدخلوا جنة ربكم بسلام
Ayyuhal Hadhirun Rahimakumullah
Marilah kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur kita kepada Allah swt atas ni’mat Ramadhan. karena Ramadhan merupakan wahana perantara, sebagai media menjadikan kita seorang hamba yang bertaqwa. Oleh karenanya mari kita bersama-sama meningkatkan ketaqwaan kita di bulan yang penuh rahmat ini.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Hidup adalah pilihan. Dan untuk menentukan pilihan dibutuhkan alasan. Alasanlah yang akan memantapkan langkah kita dalam menjalankan atau meninggalkan sesuatu pekerjaan. Termasuk di dalamnya juga berpuasa. Harus ada alasan yang dapat memperkuat hati dan jiwa kita dalam menjalankan puasa. Meskipun tanpa alasan itu, keimanan kita juga sudah cukup sebagai fondasi puasa kita. Karena keimanan tidaklah membutuhkan alasan. Tetapi alasan diperlukan untuk memperkuat dorongan ibadah puasa kita.
Keterangan tentang kelebihan ibadah puasa dibandingkan dengan ibadah lainnya akan menjadi penguat alasan kita berpuasa.
Para Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Dirahmati Allah
Rukun Islam itu ada lima hal. Membaca syahadat, mengerjakan shalat, membayar zakat, berpuasa dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Bila diperhatikan dengan seksama kelima rukun Islam tersebut bersifat positif (syatrul iktisab), kecuali puasa. Karena sesungguhnya perintah puasa adalah bersifat negative (syatrul ijtinab), yaitu perintah untuk meninggalkan sesuatu (makan, minum, menahan nafsu dan lain-lain). Artinya, apabila syahadat harus diucapkan, shalat harus dikerjakan, zakat harus ditunaikan, haji harus dilaksanakan, maka puasa harus menahan segala hal yang membatalkannya. Inilah satu keistimewaan ibadah puasa dibandingkan dengan ibadah lainnya.
Sesungguhnya ibadah dalam konteks pencegahan jauh lebih berat dibandingkan dengan ibadah yang bersifat melaksanakan. Menjadi pedagang adalah hal yang gampang, tetapi berdagang tanpa unsure tipu dan bohong bukan pekerjaan yang gampang. Menjadi pejabat adalah hal yang sulit, tetapi lebih sulit lagi menjadi pejabat yang tidak korup. Berkumpul di majlis ta’lim untuk mengaji bukanlah hal yang berat, tetapi berkumpul tanpa menggunjing adalah sesuatu yang berat.
Ingatkah kita para hadirin, Bagaimana bahagianya kita ketika melihat anak kita berhasil berjalan sendiri, setelah beberapa bulan belajar merangkak titah-titah. Tetapi setelah ia lancar berjalan, alangkah susahnya memperingatkan ia agar tidak lari-larian di rumah dan di jalanan.
Semua itu menunjukkan betapa sulitnya menghindar dari larangan dibandingkan dengan melaksanakan perintah. Oleh karena itu dalam kitabnya Minhajul Abidin, Imam Ghazali mengatakan bahwa:
إن العبادة شطران: شطرالاكتساب وشطر الاجتناب. فالاكتساب فعل الطاعة والاجتناب الامتناع عن المعاصى والسيئات وهو التقوى. وان شطر الاجتناب على كل حال أسلم وأصلح وأفضل وأشرف للعبد من شطر الاكتساب.
Ada dua sisi dalam ibadah. Pertama sisi pelaksanaan (syatrul iktisab), dan kedua sisi larangan (syatrul ijtinab). Sisi pelaksanaan adalah melaksanakan berbagai perintah Allah inilah maknatho’at. Sedangkan sisi larangan adalah mencegah berbuat maksiat dan keburukan inilah artitaqwa. Sisi larangan ini jauh lebih mulia, lebih utama, lebih baik dibandingkan dengan sisi pelaksanaan.
Oleh karena itu Hadirin yang dimuliakan Allah swt.
Puasa sebagai bentuk ibadah yang mengandung syatrul ijtinab memiliki kemuliaan dan keistimewaan dibandingkan dengan ibadah lain. Karena ibadah puasa didominasi dengan berbagai larangan. Larangan makan, minum, nafsu dan lain sebagainya. Malah dengan bahasa Imam al-Ghazali puasa dapat digolongkan sebagai ibadah tingkat tinggi. Hal ini wajar, karena sesungguhnya puasa melatih seorang hamba mengendalikan musuh bebuyutan yaitu nafsu.
Jika puasa hanya menahan makan, minum dan tidak bersetubuh dengan lain jenis, maka itu seperti puasanya burung dara. Burung dara yang kita masukkan ke dalam sangkar sendirian tanpa makan dan minum dari fajar sampai menjelang malam, maka burung dara itupun telah berpuasa. Apakah kita ingin kwalitas puasa kita seperti burung darang, atau kambing misalkan. Tentu tidak.
Latihan mengendalikan nafsu adalah latihan membersihkan hati dari berbagai penyakit. Mulai dari iri, dengki, hasud, thoma’, ujub, riya’ dan sum’ah. Semua itu adanya dalam hati, dan kita sebagai seorang hamba harus mebiasakan diri mengendalikan mereka. Dengan bantuan perut lapar, haus, badan lemas dan mata terkekang. Sungguh berat latihan ini akan tetapi jika berhasil, Allah telah menjanjikan hadiah besar yang belum pernah terbayangkan.
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Setiap amal perbuatan anak Adam - yakni manusia itu, yang berupa kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya dengan sepuluh kalinya sehingga tujuhratus kali lipatnya. "Allah Ta'ala berfirman: "Melainkan puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untukKu dan Aku akan memberikan balasannya. Orang yang berpuasa itu meninggalkan kesyahwatannya, juga makanannya semata-mata karena ketaatannya pada perintahKu. Seseorang yang berpuasa itu mempunyai dua macam kegembiraan, sekali kegembiraan di waktu berbukanya dan sekali lagi kegembiraan di waktu menemui Tuhannya. Niscayalah bau bacin mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi"
Dengan kata lain Allah ingin menegaskan bahwa pahala puasa adalah urusan-Ku, jadi tidak perlu mengkhawatirkannya. Pahala puasa tidak dapat dibayangkan besarnya, jika shalat jama’ah dilipatkan 27 kali, jika amal lain dilipatkan sekian ratus kali, khusus untuk puasa Allah hanya akan memberikan sesuatu yang lain, yang jauh lebih besar dari hitung-hitungan semcam itu.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Jika demikian puasa kita, maka benar apa yang dinyatakan al-Qur’an dalam surat al-Baqarah 183 bahwa tujuan puasa untuk menjadikan seorang hamba yang bertaqwa (la’allakum tattaqun).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Hai sekalian orang yang beriman! Diwajibkanlah puasa atas engkau semua sebagaimana yang diwajibkan atas orang-orang yang sebelum engkau semua itu, supaya engkau menjadi orang yang bertaqwa”
Seperti yang khatib terangkan bahwa kata taqwa itu sendiri yang secara harfiah bermakna takut, lebih condong pada usaha pencegahan diri dari melaksanakan berbagai larangan Allah. Berbeda dengan tha’at yang memiliki arti keta’atan dan ketundukan menjalankan berbagai perintah-Nya.
Barang siapa yang ingin bertaqwa kepada Allah swt, maka ia harus merasa takut akan neraka yang disediakan oleh-Nya untuk para pendosa. Dan barang siapa yang takut kepada ancaman siksa-Nya, secara otomatis ia akan menjauhi hal-hal yang dapat menariknya ke neraka. Karena setiap mereka yang takut pasti akan lari menjauh, dan siapa yang cinta pasti akan datang mendekat. Sebagai mana seorang yang takut akan ular, pasti akan menghindari ular. Siapa yang takut dengan singa pasti menjauh dari singa. Dan begitulah sebaliknya barang siapa yang mencintai keluarganya, ia pasti ingin selalu dekat dengan keluarganya. Barang siapa mencintai kekasihnya, tak mau ia jauh sedikitpun darinya. Demikian yang dikatakan Dzunnun al-Misry
كل خائف هارب وكل راغب طالب
Siapa yang takut pastilah akan menghindar (menjauh), dan siapa yang cinta pasti akan mencari (mendekat)
Akan tetapi, Maasyiaral Muslimin Rahimakumullah
Anehnya banyak orang yang takut dengan neraka dan berbagai siksanya, tetapi ia malah semakin mendekatinya. Dengan melakukan berbagai laku maksiat dan dosa. Dan itu semua dilakukannya dengan penuh kesadaran. Begitu pula sebaliknya. Banyak orang mengaku mencintai Allah, tapi malah semakin menjauh dari-Nya. semoga kita semua tidak termasuk golongan yang demikian.
Oleh karena itu, pada akhir khutbah kali ini khatib mengingatkan untuk diri sendiri dan juga yang lain. Marilah kita bersama-sama memaknai ketaqwaan di bulan Ramadhan yang masih tersisa ini dengan melatih diri mengendalikan nafsu. Semoga Allah mempermudah latihan kita ini.
Ya Allah sesunguhnya ampunanmu lebih kami andalkan dari pada amal-amal yang kami lakukan, dan rahmatmu jauh lebih luas dibandingkan dosa kami. Oleh karena itu jikalau kami, hambamu ini belumlah pantas mengharapkan Rahmat-Mu. Namun karena ke agungan dan kebesaran-MU rahmat-Mu sangat pantas sekali menghampiri kami,
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber : NU Online
Melakukan kebaikan, hendaknya didasarkan pada niat yang baik pula. Seperti halnya dengan puasa yang kita laksanakan sekarang, kita niatkan untuk mencari ridho Allah.
Tidak hanya itu, apabila kita sudah memiliki niat yang baik, mesti terus kita pertahankan, agar tidak terjadi hal, seperti pada kisah seorang Bani Israil yang alim dan rajin beribadah kepada Allah berikut ini.
Suatu hari ia mendapat laporan, di daerahnya terdapat kaum penyembah pohon. Mendengar hal itu ia segera mengambil kampak dan bergegas untuk menebang pohon itu.
Mengetahui hal itu, Iblis berusaha menghalangi niat orang alim dengan menyamar sebagai orang tua. Di tempat tersebut, Iblis merayu agar ia membatalkan niatnya.
”Apa yang hendak kau lakukan?” tanya iblis.
”Aku mau menebang pohon ini!” jawab orang alim itu.
“Apa salahnya pohon ini?”
“Ia menjadi sesembahan orang-orang selain Allah.”
Iblis terus merayunya, namun orang alim tadi tetap kukuh pada pendiriannya untuk menebang pohon. Singkat cerita, akhirnya terjadilah duel perkelahian yang dimenangkan oleh orang alim.
Bahkan, ia berhasil membanting iblis. Namun, di sinilah muncul kelicikan iblis. ”Lepaskan
aku supaya aku dapat menjelaskan maksudku yang sebenarnya,” kata iblis.
Gagal dengan cara pertama, Iblis kemudian menggunakan cara lain, yakni dengan menawarinya harta. ”Bukankah engkau seorang yang miskin. Engkau juga sering meminta-minta untuk kelangsungan hidupmu?” tanya iblis.
“Tinggalkan kebiasaan yang jelek dan memalukan itu. Aku akan memberimu dua dinar setiap malam untuk kebutuhanmu agar kamu tidak perlu lagi meminta-minta. Ini lebih bermanfaat untukmu dan untuk kaum muslimin yang lain daripada kamu menebang pohon ini,” kata Iblis.
Orang itu terdiam sejenak. Rupanya ia mulai tergoda rayuan Iblis. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menebang pohon. Akhirnya ia kembali ke tempatnya beribadah seperti biasa.
Tidak hanya itu, apabila kita sudah memiliki niat yang baik, mesti terus kita pertahankan, agar tidak terjadi hal, seperti pada kisah seorang Bani Israil yang alim dan rajin beribadah kepada Allah berikut ini.
Suatu hari ia mendapat laporan, di daerahnya terdapat kaum penyembah pohon. Mendengar hal itu ia segera mengambil kampak dan bergegas untuk menebang pohon itu.
Mengetahui hal itu, Iblis berusaha menghalangi niat orang alim dengan menyamar sebagai orang tua. Di tempat tersebut, Iblis merayu agar ia membatalkan niatnya.
”Apa yang hendak kau lakukan?” tanya iblis.
”Aku mau menebang pohon ini!” jawab orang alim itu.
“Apa salahnya pohon ini?”
“Ia menjadi sesembahan orang-orang selain Allah.”
Iblis terus merayunya, namun orang alim tadi tetap kukuh pada pendiriannya untuk menebang pohon. Singkat cerita, akhirnya terjadilah duel perkelahian yang dimenangkan oleh orang alim.
Bahkan, ia berhasil membanting iblis. Namun, di sinilah muncul kelicikan iblis. ”Lepaskan
aku supaya aku dapat menjelaskan maksudku yang sebenarnya,” kata iblis.
Gagal dengan cara pertama, Iblis kemudian menggunakan cara lain, yakni dengan menawarinya harta. ”Bukankah engkau seorang yang miskin. Engkau juga sering meminta-minta untuk kelangsungan hidupmu?” tanya iblis.
“Tinggalkan kebiasaan yang jelek dan memalukan itu. Aku akan memberimu dua dinar setiap malam untuk kebutuhanmu agar kamu tidak perlu lagi meminta-minta. Ini lebih bermanfaat untukmu dan untuk kaum muslimin yang lain daripada kamu menebang pohon ini,” kata Iblis.
Orang itu terdiam sejenak. Rupanya ia mulai tergoda rayuan Iblis. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menebang pohon. Akhirnya ia kembali ke tempatnya beribadah seperti biasa.
Esok paginya ia mencoba membuktikan janji iblis. Ternyata benar. Diambilnya uang dua dinar itu dengan rasa gembira. Namun itu hanya berlangsung dua kali. Keesokan harinya ia tidak lagi menemukan uang. Begitu juga lusa dan hari-hari selanjutnya.
Merasa ditipu, ia pun marah dan segera mengambil kapak dan pergi untuk menebang pohon yang tempo hari tidak jadi ditebangnya.
Lagi-lagi iblis menyambutnya dengan menyerupai orang tua yang tak berdaya. ”Mau ke mana engkau wahai orang alim?” tanya Iblis.
”Aku hendak menebang pohon itu,” ujar sang alim.
“Engkau tak akan mampu untuk menebang pohon itu lagi,” jawab Iblis.
Orang alim itu berusaha melawan Iblis dan berupaya untuk membantingnya seperti yang pernah dilakukan sebelumnya. Namun, kali ini orang alim itu kelihatannya tidak punya tenaga untuk mengalahkan iblis seperti yang pernah dilakukannya sebelum itu. Bahkan, Iblis kali ini memenangkan duel.
”Engkau telah mengalahkan aku sekarang. Beritahu aku, mengapa engkau dapat mengalahkanku?” tanya orang alim.
”Itu karena dulu engkau marah karena Allah dan berniat demi kehidupan akhirat. Tetapi kini engkau marah karena kepentingan dunia, yaitu karena aku tidak memberimu uang lagi.”
Merasa ditipu, ia pun marah dan segera mengambil kapak dan pergi untuk menebang pohon yang tempo hari tidak jadi ditebangnya.
Lagi-lagi iblis menyambutnya dengan menyerupai orang tua yang tak berdaya. ”Mau ke mana engkau wahai orang alim?” tanya Iblis.
”Aku hendak menebang pohon itu,” ujar sang alim.
“Engkau tak akan mampu untuk menebang pohon itu lagi,” jawab Iblis.
Orang alim itu berusaha melawan Iblis dan berupaya untuk membantingnya seperti yang pernah dilakukan sebelumnya. Namun, kali ini orang alim itu kelihatannya tidak punya tenaga untuk mengalahkan iblis seperti yang pernah dilakukannya sebelum itu. Bahkan, Iblis kali ini memenangkan duel.
”Engkau telah mengalahkan aku sekarang. Beritahu aku, mengapa engkau dapat mengalahkanku?” tanya orang alim.
”Itu karena dulu engkau marah karena Allah dan berniat demi kehidupan akhirat. Tetapi kini engkau marah karena kepentingan dunia, yaitu karena aku tidak memberimu uang lagi.”
(Dinukil dari kitab Mukasyafatul Qulub karya Imam al-Ghazali)
Sumber : NU Online
Yang dimaksud dengan zakat di sini bukanlah zakat fitrah yang berhubungan dengan ibadah puasa Ramdhan. Tetapi zakat kekayaan (zakat mal) yang wajib dibayarkan oleh setiap muslim yang memiliki jenis kekayaan tertentu dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu pembahasan zakat kekayaan ini tidak harus dibarengkan dengan pembahasan ibadah puasa, karena kewajiban membayar dan menunaikannya tidak selalu pada bulan Ramadhan. Namun demikian tidak ada salahnya bulan Ramadhan ini digunakan sebagai ruang untuk mengingatkan kembali kewajiban zakat atas orang muslim berikut fungsi dan hikmahnya.
Zakat adalah satu dari rukun Islam, selain syahadat, shalat, puasa dan haji. Sebagaimana asal kata rukun dari bahasa Arab ar-ruknu yang bermakna sudut. Rukun atau sudut adalah ruang pertemuan antara satu sisi dengan sisi lainnya, di dalam sudut ini terdapat rangka yang berfungsi sebagai perekat sehingga satu bangunan bisa berdiri dengan kokoh. Demikian lah fungsi rukun Islam yang empat, syahadat, puasa, haji dan zakat. Adapun shalat merupakan satu tonggak kokoh di tengah yang menghubungkan keempat sudut tersebut, yang dalam bahasa jawa disebut juga sebagai soko guru. Inilah yang dimaksud dengan kalimat As-sholatu imaduddin. Bahwa shalat merupakan tiang utamanya agama Islam.
Ibarat sebuah bangunan yang memerlukan empat rangka yang terletak di empat sudut dan satusoko guru, demikian pula keberadaan agama Islam dengan kelima rukun Islamnya, yang mana zakat berlaku sebagai salah satu sudutnya. Demikianlah pentingnya zakat dalam agama Islam sehingga Allah swt mewajibkannya dalam surat Al-Bayyinah ayat 5:
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Begitu juga yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Abbas ra.
Bahwasannya Rasulullah saw. mengutus Muadz ra. ke negeri Yaman maka beliau berpesan “serulah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Allah dan aku (Muhammad) adalah utusan Allah. Jika mereka mentaatimu terhadap seruan itu, maka berilah pelajaran mereka, bahwa Allah mewajibkan mereka untuk mengerjakan shalat lima waktu sehari semalam, jika mereka mentaati seruanmu itu maka berilah pelajaran kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya dari mereka untuk orang-orng fakir.
Secara bahasa arti zakat adalah bertambah. Adapun secara syara’ adalah harta tertentu yang diambil untuk diberikan kepada golongan tertentu, yaitu ashnaf tsamaniyah (delapan golongan yang berhak menerima zakat).
Kedelapan golongan tersebut telah diterangkan dalam surat at-Taubah ayat 60:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Adapun keterangan tentang kedelapan golongan itu adalah sebagai berikut.
- Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
- Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
- Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
- Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
- Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
- Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
- Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
- rang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Demikianlah menjadi sangat mafhum jika zakat menjadi salah satu hal tepenting yang menyokong keberadaan agama Islam. Karena zakat menjadi salah satu sistem distribusi ekonomi yang berfungsi meratakan dan menumbuhkan perekonomian umat.
Pada sisi lain zakat merupakan proses penyucian diri dari segala harta yang kotor yang merupakan hak orang lain. Apabila kotoran tersebut tidak segera dikeluarkan, niscaya akan merusak harta kekayaan yang ada. Sehingga kekayaan yang ada menjadi tidak berkah. Inilah salah satu hikmah diwajibkannya zakat bagi orang muslim.
Oleh karena itu, tidak tepat jika seseorang yang membayar zakat dianggap sebagai dermawan, karena zakat itu merupakan kewajiban. Bahkan dengan posisi demikian zakat lebih pantas dikatakan sebagai batas kekikiran seseorang, artinya seseorang itu telah terlepas dari status kikir bila telah menunaikan zakat, tetapi belum sampai pada taraf dermawan. Karena dia baru membayar apa yang diwajibkan saja.
Adapun syarat wajibnya zakat yang harus dipenuhi oleh mereka yang terkena hukum wajib membayar zakat adalah, 1) orang Islam, 2) orang merdeka, 3) milik sempurna, 4) sampai satu nisab, 5) sampai haul (satu tahun).
Demikian sedikit keterangan untuk mengingatkan kembali kewajiban zakat kepada umat mslim. Keterangan lebih lanjut mengenai tatacara, besaran dan syarat zakat kekayaan dapat dilihat dalam situs www.laziznu.or.id
Sumber : NU Online
Demikian Allah swt merahasiakan malamlailatul qadar dari umat manusia. Hanya orang-orang istimewa yang bisa memahami malam istimewa. Termasuk orang istimewa itu adalah hamba pilihan yaitu al-Musthafa Muhammad Rasulullah saw. Begitu istimewanya sehingga para sahabat sangat mengidam-idamkan malam lailatul qadar dan memberanikan diri bertanya kepada Rasulullah saw
فقد سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن علاملت ليلة القدر فقال هي ليلة بلجة اي مشرقة نيرة لاحارة ولا باردة ولاسحاب فيها ولامطر ولاريح ولايرمى فيها بنجم ولاتطلع الشمس صبيحتها مشعشة
Rasulullah saw pernah ditanya tentang tanda-tanda lailatul qadar, maka beliau bersabda: yaitu malam yang terang dan bercahaya, udaranya tidak panas dan tidak dingin, tidak ada mendung tidak ada hujan, tidak ada gerak angin dan tidak ada bintang yang dilempar. Paginya matahari terbit dengan terang tapi tidak terlalu memancar.
Meskipun menjadi manusia piliahan yang sudah dijamin oleh Allah swt kemuliaannya, Rasulullah saw tetap berusaha mendapatkan lailatul qadar setiap bulan Ramadhan dengan melakukan ibadah malam entah itu shalat, membaca al-Qur’an, beristighfar juga berzdikir dan berdo’a. Hal ini dibuktikan sendiri oleh Aisyah dan disampaikan melalui haditsnya:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم اذا دخل العشر احيا الليل وايقظ اهله وشد المئزر
Apabila Rasulullah saw. memasuki malam sepuluh terkahir bulan Ramadhan, beliau beribadah dengan sungguh-sungguh serta membangunkan anggota keluarganya.
Begitulah gambaran dari Sayyidah Aisyah tentang Rasulullah saw dan keluarganya dalam rangka memperoleh lailatul qadar. Bahkan Sayyidah Aisyah sendiri sempat bertanya kepada Rasulullah saw tentang do’a yang sebaiknya dibaca ketika memperoleh malam lailatul qadar.
يا رسول الله اذا وفيت ليلة القدر فبم ادعوا؟ قال قولى "اللهم انك عفو تحب العفو فاعف عنى"
Wahai Rasulullah, kalau kebetulan saya tepat pada lailatul qadar, do’a apakah yang harus saya baca? Nabi menjawab “bacalah “ALLAHUMMA INNAKA ‘AFWUN TUHIBBUL AFWA FA’FU ‘ANNI – Ya Allah Engkaulah maha pengampun, senang kepada ampunan, maka ampunilah aku”
Wal hasil Rasulullah saw telah memberikan kepada umatnya beberpa alamat tentang malam lailatul qadar, juga amalan dan do’a ketika bertepatan memperolehnya.
Oleh: Ulil H
Sumber : NU Online
Ada empat hal yang dirahasiakan oleh Allah swt. pertama ridhanya Allah dalam ibadah. Kedua murkanya Allah dalam maksyiat. Ketiga walinya Allah dan Keempat lailatul qadar. kerahasiaan empat hal ini merupakan pemicu bagi umat muslim agar tidak menyepelekan segala amal walaupun kecil adanya. Karena bisa saja ridha Allah terdapat dalam amal yang kecil itu. Begitu juga agar tidak menyepelekan dosa sekecil apapun, karena bisa saja yang kecil dan sepele itulah yang dimurkai Allah swt.
Begitu juga mengenai wali Allah dirahasiakan oleh Allah swt supaya umat muslim tidak meremehkan orang lain, karena mereka yang terlihat hina di mata manusia bisa saja mulia di mata Allah. Adapun rahasia lailatul qadar di bulan Ramadhan memberikan hikmah agar umat muslim selalu beribadah dengan terkun selama bulan Ramadhan karena, bisa saja Allah swt menurunkan lailatul qadar di malam-malam awal bulan Ramadhan, terserah kehendak-Nya.
Karena kerahasiaan inilah maka ulama berbeda-beda pendapat mengenai prediksi datangnya lailatul qadar tentunya sesuai dengan pengalaman masing-masing. Imam al-Qaffal sebagaimana dinukil dalam Bughyatul Mustarsyidin menjelaskan bahwa hasil survei dan penelitian (istiqra’) para sufi dapat dirumuskan seringnya lailatul qadar jatuh pada sepuluh ganjil malam terakhir bulan Ramadhan yang dihubungkan dengan awal bulan puasa.
ياسائلى عن ليلة القدر التى * فى عشر رمضان الأخير حلت
فانها فى مفردات العشر * تعرف من يوم ابتداء الشهر
فبالأحد والأربعاء فالتاسعة * وجمعة مع الثلاثا السابعة
وان بدا الخميس فهى الخامسة * وإن بدا بالسبت فهى الثالثة
وإن بدا الاثنين فهى الحادى * هذا عن الصوفية الزهاد
Wahai orang yang bertanya tentang datangnya lailatul qadar di sepuluh terakhir bulan ramadhan. Sesungguhnya datanya di malam-malam ganjil sesuai dengan permulaan awal Ramadhan. Jika awal Ramadhan jatuh pada hari Ahad dan Rabu, maka lailatul qadar akan datang dimalam 29, dan jika awal Ramadhan jatuh pada hari Jum’ah atau Selasa maka lailatul qadar akan datang dimalam 27. Jika jika awal Ramadhan jatuh pada hari kamis maka lailatul qadar akan datang dimalam 25, dan jika awal Ramadhan jatuh pada hari Sabtu maka lailatul qadar akan datang dimalam 23. Dan jika jika awal Ramadhan jatuh pada hari Senin maka lailatul qadar akan datang dimalam 21, inilah keterangan para sufi yang zahid.
Perlu diingat bahwa keterangan di atas berdasar pada penelitian para sufi yang didasarkan pada seringnya kehadiran lailatul qadar. Lain halnya dengan pendapat Abu Yazid Al-Busthami yang mengaku telah dua kali melihat lailatul qadar selama hidupnya. Keduanya terjadi pada malam 27 Ramadhan
Hal ini hampir sama dengan pendapat dalam kitab Al-haqaiq al-Hanafiyah yang mengatakan bahwa dalam surat al-Qadar menyebutkan kata ‘qadar’ tiga kali (yaitu ayat 1,2 dan 3). Kalimatlailatul qadar (ليلة القدر) terdiri dari 9 huruf. Apabila dikalikan tiga kali sesuai tersebut dalam surat al-Qadar maka jumlahnya 27. Maka menjadi agak mafhum jika lailatl qadar hadir di malam 27 Ramadhan.
Meskipun demikian perlu digaris bawahi bahwa rahasia tetap ada di tangan Allah swt dan hendaklah hari-hari tersebut disesuaikan dengan alamat yang telah diberikan oleh Rasulullah saw yang telah diterangkan pada tulisan lailatul qadar (2).
Oleh : Ulil H
Sumber : NU Online
Ramadhan adalah bulan yang penuh barokah, rahmat dan maghfirah dari Allah SWT. Bulan diwajibkannya puasa di siang harinya dan disunnahkannya shalat malam pada malam harinya, serta keutamaan salah satu malam di dalamnya, yakni malam lailatul qodar.
Walaupun di bulan lainnya sudah banyak diterbitkan jadwal shalat oleh lembaga-lembaga maupun pegiat-pegiat hisab, namun untuk penekanan intensitas ibadah di bulan Ramadhan biasanya dibuat jadwal khusus yang disebut Imsakiyah Ramadhan. Imsakiyah Ramadhan pada dasarnya sama dengan jadwal shalat biasa namun perbedaanya adalah pengurangan ihtiyat waktu maghrib sebagai manifestasi sunnah rosul “menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur”, Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَاتَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍمَاعَجَّلُوا الِإفْطَارَ وَأَخَّرُوا السَّحُوْرَ-مسند أحمد
Dari Abu Dzar beliau berkata : Bersabda Rasulullah SAW. “Ummatku akan selalu dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur” (Musnad Imam Achmad)
Disamping itu juga penambahan jadwal Imsak, yakni jeda waktu 10-15 menit sebelum masuknya waktu Shubuh sebagai batas akhir waktu sahur walaupun batas awal puasa adalah masuknya waktu Shubuh. Sebagian orang sekarang yang mengklaim diri ‘ahlul ilmi’ memandang bahwa imsak termasuk menyelisihi sunnah, bahkan sebagian yang lannya mengatakan bahwa imsak adalah bid’ah, karena tidak sesuai dengan hadits dari Abu Dzar diatas serta firman Allah di dalam Al-Qur’an :
Disamping itu juga penambahan jadwal Imsak, yakni jeda waktu 10-15 menit sebelum masuknya waktu Shubuh sebagai batas akhir waktu sahur walaupun batas awal puasa adalah masuknya waktu Shubuh. Sebagian orang sekarang yang mengklaim diri ‘ahlul ilmi’ memandang bahwa imsak termasuk menyelisihi sunnah, bahkan sebagian yang lannya mengatakan bahwa imsak adalah bid’ah, karena tidak sesuai dengan hadits dari Abu Dzar diatas serta firman Allah di dalam Al-Qur’an :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ- البقرة 187
"Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. " (QS. Al-Baqarah: 187)
Ayat diatas bukanlah perintah untuk makan dan minum sampai Shubuh, namun diperbolehkannya makan dan minum serta berkumpul dengan istri dan batasnya adalah sampai Shubuh. Ayat ini turun karena sebelumnya umat Islam ketika malam bulan Ramadhan beranggapan bahwa makan, minum dan berkumpul dengan istri hanya diperbolehkan sebelum tidur, jika sudah tertidur dan bangun di malam hari maka tidak boleh makan, minum dan berkumpul dengan istri walaupun belum datang waktu Shubuh.
Tanda-tanda waktu Shubuh adalah yang paling sulit diamati diantara tanda-tanda waktu shalat lainnya, karena itu untuk menghindari batalnya puasa karena keterbatasan kita dalam mengobservasi fenomena alam yang berkaitan dengan masuknya waktu Shubuh
Waktu imsak ini walaupun tidak diperintahkan oleh Rasulullah namun dipraktekannya, sebagaimana riwayat sahabat Zaid bin Tsabit :
Ayat diatas bukanlah perintah untuk makan dan minum sampai Shubuh, namun diperbolehkannya makan dan minum serta berkumpul dengan istri dan batasnya adalah sampai Shubuh. Ayat ini turun karena sebelumnya umat Islam ketika malam bulan Ramadhan beranggapan bahwa makan, minum dan berkumpul dengan istri hanya diperbolehkan sebelum tidur, jika sudah tertidur dan bangun di malam hari maka tidak boleh makan, minum dan berkumpul dengan istri walaupun belum datang waktu Shubuh.
Tanda-tanda waktu Shubuh adalah yang paling sulit diamati diantara tanda-tanda waktu shalat lainnya, karena itu untuk menghindari batalnya puasa karena keterbatasan kita dalam mengobservasi fenomena alam yang berkaitan dengan masuknya waktu Shubuh
Waktu imsak ini walaupun tidak diperintahkan oleh Rasulullah namun dipraktekannya, sebagaimana riwayat sahabat Zaid bin Tsabit :
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتْ قَالَ : تَسَخَّرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ثُمَّ قُمْناَ إِلَى الصَّلاَةِ وَكَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا خَمْسِيْنَ آيَةً
Dari Zaid bin Tsabit, berkata : “Kami sahur bersama Rasulullah SAW. Kemudian kami mununaikan shalat Shubuh, dan waktu antara sahur dengan shalat sekitar 50 ayat (membaca Al-Qur’an 50 ayat)”.
Disimpulkan oleh ahli hisab bahwa jeda bacaan 50 ayat antara sahurnya Rasulullah dan waktu Shubuh tersebut sekitar 10 sampai 15 menit
Disamping waktu Imsak, yang tidak kalah pentingnya untuk menunjang pembagian waktu ibadah selama bulan Ramadhan adalah waktu Nisful Lail. Nisful Lail (separuh malam) adalah waktu yang hampir terabaikan oleh ahli hisab ketika membuat jadwal shalat, padahal waktu ini sangat erat kaitannya dengan awal waktu shalat malam serta masuknya waktu Bermalam di Muzdalifah, Melempar Jumroh dan Mencukur rambut bagi jamaah haji. Nisful Lail pada bulan Ramadhan di sebagian daerah ditandai dengan menabuh Beduk Dandang sebagai tanda saatnya bangun untuk shalat malam
Sampai saat ini penulis tidak pernah menjumpai jadwal shalat yang mencantumkan waktu nisful lail, kecuali jadwal shalat yang dikeluarkan oleh Lajnah Falakiyah NU Gresik.
Sebagian besar kalangan menganggap bahwa nisful lail/tengah malam adalah jam 12 malam waktu istiwak, seperti halnya tengah hari/tengah siang adalah jam 12 siang waktu istiwak, karena satu hari satu malam terhitung 24 jam.
Betulkah tengah malam adalah jam 12 malam waktu istiwak?
Sebelum kita menjawab pertanyaan diatas maka terlebih dahulu kita membahas definisi Malam(Al-Lail) dan Siang(Al-Yaum/Al-Nahar).
1. Menurut ahli falak : Siang adalah rentang waktu sejak terbitnya piringan atas matahari sampai terbenamnya seluruh piringan matahari, sedangkan malam adalah rentang waktu sejak terbenamnya piringan atas matahari sampai terbitnya piringan atas matahari.
2. Menurut ahli Fiqih : Siang adalah rentang waktu sejak terbitnya fajar shodiq sampai terbenamnya seluruh piringan matahari, sedangkan malam adalah rentang waktu sejak terbenamnya seluruh piringan matahari sampai terbitnya fajar shodiq.
Kesimpulannya, yang dimaksud siang adalah rentang waktu sejak terbitnya fajar shodiq sampai terbenamnya seluruh piringan matahari. Sedangkan malam dalam ranah fiqh adalah waktu yang dihitung dari waktu maghrib sampai shubuh(munculnya fajar shodiq), dan bukannya dari Maghrib sampai terbit matahari.
Dengan demikian maka Nisful Lail yakni separuh malam adalah tengah-tengah antara Maghrib (terbenamnya matahari) sampai Shubuh (munculnya fajar shodiq). Untuk menghitungnya maka harus diketahui terlebih dahulu awal waktu Maghrib dan awal waktu Shubuh sebagai penentu panjang malam secara syar’i.
Misalnya di Gresik tanggal 10 Nopember 2014, waktu Maghrib = 17:26:07 WIB sedangkan waktu Shubuh = 03:39:10 WIB. Maka panjang malamnya adalah 10:13:03 jam, lalu dibagi dua = 5:06:31 jam, lalu ditambahkan dengan waktu maghrib = 17:26:07 + 5:06:31 = 22:32:28, maka nisful lail = 22:32:28 WIB .
Untuk menjadikannya ke jam istiwak maka ditambah tafawwut WIB dengan waktu istiwak setempat pada tanggal tersebut yang nilainya 46 menit 46 detik sehingga hasilnya 22:32:28 + 00:46:46 = 23:19:24.
Oleh: Ibnu Zahid Abdo el-Moeid, (Anggota Lajnah Falakiyah PWNU Jawa Timur)
Disimpulkan oleh ahli hisab bahwa jeda bacaan 50 ayat antara sahurnya Rasulullah dan waktu Shubuh tersebut sekitar 10 sampai 15 menit
Disamping waktu Imsak, yang tidak kalah pentingnya untuk menunjang pembagian waktu ibadah selama bulan Ramadhan adalah waktu Nisful Lail. Nisful Lail (separuh malam) adalah waktu yang hampir terabaikan oleh ahli hisab ketika membuat jadwal shalat, padahal waktu ini sangat erat kaitannya dengan awal waktu shalat malam serta masuknya waktu Bermalam di Muzdalifah, Melempar Jumroh dan Mencukur rambut bagi jamaah haji. Nisful Lail pada bulan Ramadhan di sebagian daerah ditandai dengan menabuh Beduk Dandang sebagai tanda saatnya bangun untuk shalat malam
Sampai saat ini penulis tidak pernah menjumpai jadwal shalat yang mencantumkan waktu nisful lail, kecuali jadwal shalat yang dikeluarkan oleh Lajnah Falakiyah NU Gresik.
Sebagian besar kalangan menganggap bahwa nisful lail/tengah malam adalah jam 12 malam waktu istiwak, seperti halnya tengah hari/tengah siang adalah jam 12 siang waktu istiwak, karena satu hari satu malam terhitung 24 jam.
Betulkah tengah malam adalah jam 12 malam waktu istiwak?
Sebelum kita menjawab pertanyaan diatas maka terlebih dahulu kita membahas definisi Malam(Al-Lail) dan Siang(Al-Yaum/Al-Nahar).
1. Menurut ahli falak : Siang adalah rentang waktu sejak terbitnya piringan atas matahari sampai terbenamnya seluruh piringan matahari, sedangkan malam adalah rentang waktu sejak terbenamnya piringan atas matahari sampai terbitnya piringan atas matahari.
2. Menurut ahli Fiqih : Siang adalah rentang waktu sejak terbitnya fajar shodiq sampai terbenamnya seluruh piringan matahari, sedangkan malam adalah rentang waktu sejak terbenamnya seluruh piringan matahari sampai terbitnya fajar shodiq.
Kesimpulannya, yang dimaksud siang adalah rentang waktu sejak terbitnya fajar shodiq sampai terbenamnya seluruh piringan matahari. Sedangkan malam dalam ranah fiqh adalah waktu yang dihitung dari waktu maghrib sampai shubuh(munculnya fajar shodiq), dan bukannya dari Maghrib sampai terbit matahari.
Dengan demikian maka Nisful Lail yakni separuh malam adalah tengah-tengah antara Maghrib (terbenamnya matahari) sampai Shubuh (munculnya fajar shodiq). Untuk menghitungnya maka harus diketahui terlebih dahulu awal waktu Maghrib dan awal waktu Shubuh sebagai penentu panjang malam secara syar’i.
Misalnya di Gresik tanggal 10 Nopember 2014, waktu Maghrib = 17:26:07 WIB sedangkan waktu Shubuh = 03:39:10 WIB. Maka panjang malamnya adalah 10:13:03 jam, lalu dibagi dua = 5:06:31 jam, lalu ditambahkan dengan waktu maghrib = 17:26:07 + 5:06:31 = 22:32:28, maka nisful lail = 22:32:28 WIB .
Untuk menjadikannya ke jam istiwak maka ditambah tafawwut WIB dengan waktu istiwak setempat pada tanggal tersebut yang nilainya 46 menit 46 detik sehingga hasilnya 22:32:28 + 00:46:46 = 23:19:24.
Oleh: Ibnu Zahid Abdo el-Moeid, (Anggota Lajnah Falakiyah PWNU Jawa Timur)
Sumber : NU Online
Langganan:
Postingan (Atom)