Ramadhan adalah bulan yang penuh barokah, rahmat dan maghfirah dari Allah SWT. Bulan diwajibkannya puasa di siang harinya dan disunnahkannya shalat malam pada malam harinya, serta keutamaan salah satu malam di dalamnya, yakni malam lailatul qodar.
Walaupun di bulan lainnya sudah banyak diterbitkan jadwal shalat oleh lembaga-lembaga maupun pegiat-pegiat hisab, namun untuk penekanan intensitas ibadah di bulan Ramadhan biasanya dibuat jadwal khusus yang disebut Imsakiyah Ramadhan. Imsakiyah Ramadhan pada dasarnya sama dengan jadwal shalat biasa namun perbedaanya adalah pengurangan ihtiyat waktu maghrib sebagai manifestasi sunnah rosul “menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur”, Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَاتَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍمَاعَجَّلُوا الِإفْطَارَ وَأَخَّرُوا السَّحُوْرَ-مسند أحمد
Dari Abu Dzar beliau berkata : Bersabda Rasulullah SAW. “Ummatku akan selalu dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur” (Musnad Imam Achmad)
Disamping itu juga penambahan jadwal Imsak, yakni jeda waktu 10-15 menit sebelum masuknya waktu Shubuh sebagai batas akhir waktu sahur walaupun batas awal puasa adalah masuknya waktu Shubuh. Sebagian orang sekarang yang mengklaim diri ‘ahlul ilmi’ memandang bahwa imsak termasuk menyelisihi sunnah, bahkan sebagian yang lannya mengatakan bahwa imsak adalah bid’ah, karena tidak sesuai dengan hadits dari Abu Dzar diatas serta firman Allah di dalam Al-Qur’an :
Disamping itu juga penambahan jadwal Imsak, yakni jeda waktu 10-15 menit sebelum masuknya waktu Shubuh sebagai batas akhir waktu sahur walaupun batas awal puasa adalah masuknya waktu Shubuh. Sebagian orang sekarang yang mengklaim diri ‘ahlul ilmi’ memandang bahwa imsak termasuk menyelisihi sunnah, bahkan sebagian yang lannya mengatakan bahwa imsak adalah bid’ah, karena tidak sesuai dengan hadits dari Abu Dzar diatas serta firman Allah di dalam Al-Qur’an :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ- البقرة 187
"Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. " (QS. Al-Baqarah: 187)
Ayat diatas bukanlah perintah untuk makan dan minum sampai Shubuh, namun diperbolehkannya makan dan minum serta berkumpul dengan istri dan batasnya adalah sampai Shubuh. Ayat ini turun karena sebelumnya umat Islam ketika malam bulan Ramadhan beranggapan bahwa makan, minum dan berkumpul dengan istri hanya diperbolehkan sebelum tidur, jika sudah tertidur dan bangun di malam hari maka tidak boleh makan, minum dan berkumpul dengan istri walaupun belum datang waktu Shubuh.
Tanda-tanda waktu Shubuh adalah yang paling sulit diamati diantara tanda-tanda waktu shalat lainnya, karena itu untuk menghindari batalnya puasa karena keterbatasan kita dalam mengobservasi fenomena alam yang berkaitan dengan masuknya waktu Shubuh
Waktu imsak ini walaupun tidak diperintahkan oleh Rasulullah namun dipraktekannya, sebagaimana riwayat sahabat Zaid bin Tsabit :
Ayat diatas bukanlah perintah untuk makan dan minum sampai Shubuh, namun diperbolehkannya makan dan minum serta berkumpul dengan istri dan batasnya adalah sampai Shubuh. Ayat ini turun karena sebelumnya umat Islam ketika malam bulan Ramadhan beranggapan bahwa makan, minum dan berkumpul dengan istri hanya diperbolehkan sebelum tidur, jika sudah tertidur dan bangun di malam hari maka tidak boleh makan, minum dan berkumpul dengan istri walaupun belum datang waktu Shubuh.
Tanda-tanda waktu Shubuh adalah yang paling sulit diamati diantara tanda-tanda waktu shalat lainnya, karena itu untuk menghindari batalnya puasa karena keterbatasan kita dalam mengobservasi fenomena alam yang berkaitan dengan masuknya waktu Shubuh
Waktu imsak ini walaupun tidak diperintahkan oleh Rasulullah namun dipraktekannya, sebagaimana riwayat sahabat Zaid bin Tsabit :
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتْ قَالَ : تَسَخَّرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ثُمَّ قُمْناَ إِلَى الصَّلاَةِ وَكَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا خَمْسِيْنَ آيَةً
Dari Zaid bin Tsabit, berkata : “Kami sahur bersama Rasulullah SAW. Kemudian kami mununaikan shalat Shubuh, dan waktu antara sahur dengan shalat sekitar 50 ayat (membaca Al-Qur’an 50 ayat)”.
Disimpulkan oleh ahli hisab bahwa jeda bacaan 50 ayat antara sahurnya Rasulullah dan waktu Shubuh tersebut sekitar 10 sampai 15 menit
Disamping waktu Imsak, yang tidak kalah pentingnya untuk menunjang pembagian waktu ibadah selama bulan Ramadhan adalah waktu Nisful Lail. Nisful Lail (separuh malam) adalah waktu yang hampir terabaikan oleh ahli hisab ketika membuat jadwal shalat, padahal waktu ini sangat erat kaitannya dengan awal waktu shalat malam serta masuknya waktu Bermalam di Muzdalifah, Melempar Jumroh dan Mencukur rambut bagi jamaah haji. Nisful Lail pada bulan Ramadhan di sebagian daerah ditandai dengan menabuh Beduk Dandang sebagai tanda saatnya bangun untuk shalat malam
Sampai saat ini penulis tidak pernah menjumpai jadwal shalat yang mencantumkan waktu nisful lail, kecuali jadwal shalat yang dikeluarkan oleh Lajnah Falakiyah NU Gresik.
Sebagian besar kalangan menganggap bahwa nisful lail/tengah malam adalah jam 12 malam waktu istiwak, seperti halnya tengah hari/tengah siang adalah jam 12 siang waktu istiwak, karena satu hari satu malam terhitung 24 jam.
Betulkah tengah malam adalah jam 12 malam waktu istiwak?
Sebelum kita menjawab pertanyaan diatas maka terlebih dahulu kita membahas definisi Malam(Al-Lail) dan Siang(Al-Yaum/Al-Nahar).
1. Menurut ahli falak : Siang adalah rentang waktu sejak terbitnya piringan atas matahari sampai terbenamnya seluruh piringan matahari, sedangkan malam adalah rentang waktu sejak terbenamnya piringan atas matahari sampai terbitnya piringan atas matahari.
2. Menurut ahli Fiqih : Siang adalah rentang waktu sejak terbitnya fajar shodiq sampai terbenamnya seluruh piringan matahari, sedangkan malam adalah rentang waktu sejak terbenamnya seluruh piringan matahari sampai terbitnya fajar shodiq.
Kesimpulannya, yang dimaksud siang adalah rentang waktu sejak terbitnya fajar shodiq sampai terbenamnya seluruh piringan matahari. Sedangkan malam dalam ranah fiqh adalah waktu yang dihitung dari waktu maghrib sampai shubuh(munculnya fajar shodiq), dan bukannya dari Maghrib sampai terbit matahari.
Dengan demikian maka Nisful Lail yakni separuh malam adalah tengah-tengah antara Maghrib (terbenamnya matahari) sampai Shubuh (munculnya fajar shodiq). Untuk menghitungnya maka harus diketahui terlebih dahulu awal waktu Maghrib dan awal waktu Shubuh sebagai penentu panjang malam secara syar’i.
Misalnya di Gresik tanggal 10 Nopember 2014, waktu Maghrib = 17:26:07 WIB sedangkan waktu Shubuh = 03:39:10 WIB. Maka panjang malamnya adalah 10:13:03 jam, lalu dibagi dua = 5:06:31 jam, lalu ditambahkan dengan waktu maghrib = 17:26:07 + 5:06:31 = 22:32:28, maka nisful lail = 22:32:28 WIB .
Untuk menjadikannya ke jam istiwak maka ditambah tafawwut WIB dengan waktu istiwak setempat pada tanggal tersebut yang nilainya 46 menit 46 detik sehingga hasilnya 22:32:28 + 00:46:46 = 23:19:24.
Oleh: Ibnu Zahid Abdo el-Moeid, (Anggota Lajnah Falakiyah PWNU Jawa Timur)
Disimpulkan oleh ahli hisab bahwa jeda bacaan 50 ayat antara sahurnya Rasulullah dan waktu Shubuh tersebut sekitar 10 sampai 15 menit
Disamping waktu Imsak, yang tidak kalah pentingnya untuk menunjang pembagian waktu ibadah selama bulan Ramadhan adalah waktu Nisful Lail. Nisful Lail (separuh malam) adalah waktu yang hampir terabaikan oleh ahli hisab ketika membuat jadwal shalat, padahal waktu ini sangat erat kaitannya dengan awal waktu shalat malam serta masuknya waktu Bermalam di Muzdalifah, Melempar Jumroh dan Mencukur rambut bagi jamaah haji. Nisful Lail pada bulan Ramadhan di sebagian daerah ditandai dengan menabuh Beduk Dandang sebagai tanda saatnya bangun untuk shalat malam
Sampai saat ini penulis tidak pernah menjumpai jadwal shalat yang mencantumkan waktu nisful lail, kecuali jadwal shalat yang dikeluarkan oleh Lajnah Falakiyah NU Gresik.
Sebagian besar kalangan menganggap bahwa nisful lail/tengah malam adalah jam 12 malam waktu istiwak, seperti halnya tengah hari/tengah siang adalah jam 12 siang waktu istiwak, karena satu hari satu malam terhitung 24 jam.
Betulkah tengah malam adalah jam 12 malam waktu istiwak?
Sebelum kita menjawab pertanyaan diatas maka terlebih dahulu kita membahas definisi Malam(Al-Lail) dan Siang(Al-Yaum/Al-Nahar).
1. Menurut ahli falak : Siang adalah rentang waktu sejak terbitnya piringan atas matahari sampai terbenamnya seluruh piringan matahari, sedangkan malam adalah rentang waktu sejak terbenamnya piringan atas matahari sampai terbitnya piringan atas matahari.
2. Menurut ahli Fiqih : Siang adalah rentang waktu sejak terbitnya fajar shodiq sampai terbenamnya seluruh piringan matahari, sedangkan malam adalah rentang waktu sejak terbenamnya seluruh piringan matahari sampai terbitnya fajar shodiq.
Kesimpulannya, yang dimaksud siang adalah rentang waktu sejak terbitnya fajar shodiq sampai terbenamnya seluruh piringan matahari. Sedangkan malam dalam ranah fiqh adalah waktu yang dihitung dari waktu maghrib sampai shubuh(munculnya fajar shodiq), dan bukannya dari Maghrib sampai terbit matahari.
Dengan demikian maka Nisful Lail yakni separuh malam adalah tengah-tengah antara Maghrib (terbenamnya matahari) sampai Shubuh (munculnya fajar shodiq). Untuk menghitungnya maka harus diketahui terlebih dahulu awal waktu Maghrib dan awal waktu Shubuh sebagai penentu panjang malam secara syar’i.
Misalnya di Gresik tanggal 10 Nopember 2014, waktu Maghrib = 17:26:07 WIB sedangkan waktu Shubuh = 03:39:10 WIB. Maka panjang malamnya adalah 10:13:03 jam, lalu dibagi dua = 5:06:31 jam, lalu ditambahkan dengan waktu maghrib = 17:26:07 + 5:06:31 = 22:32:28, maka nisful lail = 22:32:28 WIB .
Untuk menjadikannya ke jam istiwak maka ditambah tafawwut WIB dengan waktu istiwak setempat pada tanggal tersebut yang nilainya 46 menit 46 detik sehingga hasilnya 22:32:28 + 00:46:46 = 23:19:24.
Oleh: Ibnu Zahid Abdo el-Moeid, (Anggota Lajnah Falakiyah PWNU Jawa Timur)
Sumber : NU Online
0 komentar:
Posting Komentar