Melakukan kebaikan, hendaknya didasarkan pada niat yang baik pula. Seperti halnya dengan puasa yang kita laksanakan sekarang, kita niatkan untuk mencari ridho Allah.
Tidak hanya itu, apabila kita sudah memiliki niat yang baik, mesti terus kita pertahankan, agar tidak terjadi hal, seperti pada kisah seorang Bani Israil yang alim dan rajin beribadah kepada Allah berikut ini.
Suatu hari ia mendapat laporan, di daerahnya terdapat kaum penyembah pohon. Mendengar hal itu ia segera mengambil kampak dan bergegas untuk menebang pohon itu.
Mengetahui hal itu, Iblis berusaha menghalangi niat orang alim dengan menyamar sebagai orang tua. Di tempat tersebut, Iblis merayu agar ia membatalkan niatnya.
”Apa yang hendak kau lakukan?” tanya iblis.
”Aku mau menebang pohon ini!” jawab orang alim itu.
“Apa salahnya pohon ini?”
“Ia menjadi sesembahan orang-orang selain Allah.”
Iblis terus merayunya, namun orang alim tadi tetap kukuh pada pendiriannya untuk menebang pohon. Singkat cerita, akhirnya terjadilah duel perkelahian yang dimenangkan oleh orang alim.
Bahkan, ia berhasil membanting iblis. Namun, di sinilah muncul kelicikan iblis. ”Lepaskan
aku supaya aku dapat menjelaskan maksudku yang sebenarnya,” kata iblis.
Gagal dengan cara pertama, Iblis kemudian menggunakan cara lain, yakni dengan menawarinya harta. ”Bukankah engkau seorang yang miskin. Engkau juga sering meminta-minta untuk kelangsungan hidupmu?” tanya iblis.
“Tinggalkan kebiasaan yang jelek dan memalukan itu. Aku akan memberimu dua dinar setiap malam untuk kebutuhanmu agar kamu tidak perlu lagi meminta-minta. Ini lebih bermanfaat untukmu dan untuk kaum muslimin yang lain daripada kamu menebang pohon ini,” kata Iblis.
Orang itu terdiam sejenak. Rupanya ia mulai tergoda rayuan Iblis. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menebang pohon. Akhirnya ia kembali ke tempatnya beribadah seperti biasa.
Tidak hanya itu, apabila kita sudah memiliki niat yang baik, mesti terus kita pertahankan, agar tidak terjadi hal, seperti pada kisah seorang Bani Israil yang alim dan rajin beribadah kepada Allah berikut ini.
Suatu hari ia mendapat laporan, di daerahnya terdapat kaum penyembah pohon. Mendengar hal itu ia segera mengambil kampak dan bergegas untuk menebang pohon itu.
Mengetahui hal itu, Iblis berusaha menghalangi niat orang alim dengan menyamar sebagai orang tua. Di tempat tersebut, Iblis merayu agar ia membatalkan niatnya.
”Apa yang hendak kau lakukan?” tanya iblis.
”Aku mau menebang pohon ini!” jawab orang alim itu.
“Apa salahnya pohon ini?”
“Ia menjadi sesembahan orang-orang selain Allah.”
Iblis terus merayunya, namun orang alim tadi tetap kukuh pada pendiriannya untuk menebang pohon. Singkat cerita, akhirnya terjadilah duel perkelahian yang dimenangkan oleh orang alim.
Bahkan, ia berhasil membanting iblis. Namun, di sinilah muncul kelicikan iblis. ”Lepaskan
aku supaya aku dapat menjelaskan maksudku yang sebenarnya,” kata iblis.
Gagal dengan cara pertama, Iblis kemudian menggunakan cara lain, yakni dengan menawarinya harta. ”Bukankah engkau seorang yang miskin. Engkau juga sering meminta-minta untuk kelangsungan hidupmu?” tanya iblis.
“Tinggalkan kebiasaan yang jelek dan memalukan itu. Aku akan memberimu dua dinar setiap malam untuk kebutuhanmu agar kamu tidak perlu lagi meminta-minta. Ini lebih bermanfaat untukmu dan untuk kaum muslimin yang lain daripada kamu menebang pohon ini,” kata Iblis.
Orang itu terdiam sejenak. Rupanya ia mulai tergoda rayuan Iblis. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menebang pohon. Akhirnya ia kembali ke tempatnya beribadah seperti biasa.
Esok paginya ia mencoba membuktikan janji iblis. Ternyata benar. Diambilnya uang dua dinar itu dengan rasa gembira. Namun itu hanya berlangsung dua kali. Keesokan harinya ia tidak lagi menemukan uang. Begitu juga lusa dan hari-hari selanjutnya.
Merasa ditipu, ia pun marah dan segera mengambil kapak dan pergi untuk menebang pohon yang tempo hari tidak jadi ditebangnya.
Lagi-lagi iblis menyambutnya dengan menyerupai orang tua yang tak berdaya. ”Mau ke mana engkau wahai orang alim?” tanya Iblis.
”Aku hendak menebang pohon itu,” ujar sang alim.
“Engkau tak akan mampu untuk menebang pohon itu lagi,” jawab Iblis.
Orang alim itu berusaha melawan Iblis dan berupaya untuk membantingnya seperti yang pernah dilakukan sebelumnya. Namun, kali ini orang alim itu kelihatannya tidak punya tenaga untuk mengalahkan iblis seperti yang pernah dilakukannya sebelum itu. Bahkan, Iblis kali ini memenangkan duel.
”Engkau telah mengalahkan aku sekarang. Beritahu aku, mengapa engkau dapat mengalahkanku?” tanya orang alim.
”Itu karena dulu engkau marah karena Allah dan berniat demi kehidupan akhirat. Tetapi kini engkau marah karena kepentingan dunia, yaitu karena aku tidak memberimu uang lagi.”
Merasa ditipu, ia pun marah dan segera mengambil kapak dan pergi untuk menebang pohon yang tempo hari tidak jadi ditebangnya.
Lagi-lagi iblis menyambutnya dengan menyerupai orang tua yang tak berdaya. ”Mau ke mana engkau wahai orang alim?” tanya Iblis.
”Aku hendak menebang pohon itu,” ujar sang alim.
“Engkau tak akan mampu untuk menebang pohon itu lagi,” jawab Iblis.
Orang alim itu berusaha melawan Iblis dan berupaya untuk membantingnya seperti yang pernah dilakukan sebelumnya. Namun, kali ini orang alim itu kelihatannya tidak punya tenaga untuk mengalahkan iblis seperti yang pernah dilakukannya sebelum itu. Bahkan, Iblis kali ini memenangkan duel.
”Engkau telah mengalahkan aku sekarang. Beritahu aku, mengapa engkau dapat mengalahkanku?” tanya orang alim.
”Itu karena dulu engkau marah karena Allah dan berniat demi kehidupan akhirat. Tetapi kini engkau marah karena kepentingan dunia, yaitu karena aku tidak memberimu uang lagi.”
(Dinukil dari kitab Mukasyafatul Qulub karya Imam al-Ghazali)
Sumber : NU Online
0 komentar:
Posting Komentar